9. FITNAH
DUNIA
Kekafiran
hidup, kadang terasa menyesakkan dada. Andai kita hidup dimapan, tentu ibadah
lebih tenang. Demikian sering terlintas dibenak, kala jatah rizqi menyempit.
Tetapi, justru yang dikhawatirkan Rasulullah bukan suasana kekafiran, melainkan
terbukanya dunia ini yang acapkali melalaikan kita dari beribadah kepada Sang
Pencipta.
Bukhori
dan Muslim meriwayatkan bahwa suatu ketika Abu Ubaidah diutus Rasulullah untuk
menarik jizyah ke Bahrain. Dari Bahrain, beliau berhasil membawa jizyah dalam
jumlah yang banyak. Berita kedatangan Abu Ubaidah dengan sejumlah hartapun
merebak dikalangan sahabat Anshar. Maka setelah melakukan sholat subuh bersama,
Rasulullah berpaling kearah sahabat yang sudah menunggu-nunggu.
Melihat
mereka Rasulullah tersenyum seraya bersabda,
Mereka menjawab, "Benar ya Rasulullah",
Rasulullah
melanjutkan sabdanya, "Bergembiralah dengan apa yang kalian senangi (harta). Demi Allah sesungguhnya bukan kekafiran yang aku takutkan atas kalian, tetapi
aku takut jika dunia dibukakan atas kalian sebagaimana dibukakan atas ummat
sebelum kamu lalu kalian berlomba-lomba memperolehnya, sebagaimana orang-orang
dahulu telah berlomba, lalu dunia itu akan menghancurkan kalian sebagaimana
orang dahulu hancur karenanya".
Dalam
riwayat lain ( Targhib:5/144 ) Rasulullah juga pernah bersabda,
"Sesungguhnya fitnah kekayaan itu lebih aku takuti atas kalian daripada
fitnah kemiskinan. Kalian telah mendapati fitnah kemiskinan dan kalian sabar,
sedangkan (fitnah) dunia ini terasa manis dan menyenangkan ."
Ketakutan
fitnah dunia ini juga dirasakan para sahabat. Salah satu dari mereka adalah Salman al Farisi. Suatu saat Salman dikunjungi Sa`ad bin Abi Waqash
lalu ia menangis.
Sa`ad
pun berkata "Apa yang membuatmu menangis ? Engkau telah bertemu dengan para
sahabatmu, dan akan mendatangi telaga Rasulullah dan beliaupun ridho padamu saat
akhir kehidupannya."
Salman
menjawab, "Aku menangis bukan karena takut mati atau tamak dunia. Tetapi
karena janji yang telah Rasulullah ambil dari kita dengan sabda beliau,
hendaklah kalian mengambil di dunia seperti sekedar perbekalan seorang
pengembara. Dan sekarang ini barang-barang dirumahku..."
Subhanallah
Salman, Ya Salman, padahal tiadalah barang di rumahmu kecuali ember tempat
mencuci pakaian yang tak seberapa harganya. Tetapi engkau begitu takut bila
telah jatuh dalam hidup berlebihan. Lalu bagaimana dengan kami ini ? Rasanya
kita memang perlu mengaca diri lagi tentang persepsi dunia ini. Karena sadar
atau tidak, sering kesedihan kita tak lain karena dunia ini. Sementara bekal
menghadap-Nya kadang luput dari perhatian kita. Wallahu a`lam.