36. Warisan Para Awliya :
ABU
SA'ID AL-KHARRAZ
Abu
Sa'id Ahmad bin Isa al-Kharraz dari Bagdad adalah seorang tukang sepatu, ia
telah berjumpa dengan Dzun Nun al-Mishri, dan bersahabat dengan Bisyr al-Hafi
dan Sari as-Saqathi. Dialah yang dianggap telah
AJARAN
ABU SA'ID AL-KHARRAZ
Abu
Sa'id al-Kharraz dijuluki sebagai "lidah sufisme".Dia mendapat julukan
demikian karena tidak seorangpun di dalam masyarakat sufi ini yang dapat
menerangkan kebenaran mistik seperti dia. Dia telah mengarang empat ratus buah
buku dengan tema disasosiasi dan kekokohan dari segala macam pengaruh.Dan
sesungguhnya dia adalah seorang tokoh yang sulit dicari tandingannya.
Abu
Sa'id berasal dari Baghdad, pernah bertemu dengan Dzun Nun, dan bersahabat baik
dengan Bisyr dan Sari as-Saqathi. Dialah tokoh sufi yang pertama sekali
mengemukakan teori "kelepasan" dan "kelanjutan" dalam
pengertian mistik dan memadatkan keseluruhan doktrinnya ke dalam kedua buah
istilah ini. Theolog-theolog tertentu penganut eksoterik tidak setuju dengan
ajaran-ajarannya yang pelik tersebut, dan menuduhnya telah berbuat fitnah karena
ucapan-ucapan tertentu yang mereka jumpai di
Terutama
sekali mereka mengecam "KitabigRahasianya", khususnya satu bagian buku
itu yang tidak dapat mereka pahami sebagaimana yang seharusnya. Di dalam bagian
itulah Abu Sa'id mengatakan :
"Seorang
hamba Allah yang telah kembali kepada Allah, mentautkan dirinya kepada Allah,
dan berada di dekat Allah, maka ia sama sekali lupa kepada dirinya sendiri dan
segala sesuatu kecuali Allah, sehingga apabila engkau bertanya kepadanya, apa
yang dicarinya maka tak sesuatupun jawaban yang diucapkannya kecuali 'Allah,
Allah'".
Bagian
lain di dalam karya-karya Abu Sa'id yang sering dikecam orang adalah pernyataan
berikut ini :
Jika
salah seorang di antara tokoh-tokoh mistik ini ditanyakan, "Apakah yang
engkau kehendaki ?', maka jawabnya 'Allah'. Jika di dalam keadaan
seperti ini setiap anggota tubuhnya dapat berkata-kata maka semuanya akan
mengatakan 'Allah, Allah'.Karena setiap anggota dan sendi-sendi tubuhnya telah
bermandikan nur Allah sehingga ia pun hanyut ke dalam Allah.Begitu dekat ia
kepada Allah sehingga tak seorangpun dapat mengatakan 'Allah' di depannya,
karena segala sesuatu yang bergerak dari realitas kepada realitas dan dari Allah
kepada Allah. Karena bagi manusia kebanyakan, tidak sesuatu juapun berasal dari
Allah, maka
Abu
Sa'id pernah pula berkata :
"Kepada semua manusia diberi pilihan, berada jauh atau dekat kepada Allah.Aku sendiri memilih berada jauh dari Allah, karena aku tidak kuat menanggungkan beban kehampiran itu".
Secara
sama Lukman pernah berkata : "kepadaku diberi pilihan, kebijaksanaan atau
kesanggupan untuk melihat kejadian di masa mendatang.Aku memilih kebijaksanaan
karena aku tidak kuat menanggungkan beban dari kesanggupan melihat ke masa depan
itu".
Abu
Sa'id mengisahkan mimpi-mimpi yang berikut ini :
Pada
suatu ketika aku bermimpi dua malaikat turun dari langit dan bertanya kepadaku :
"Apakah kesetiaan itu?".
Akupun
menjawab : "Memenuhi perjanjian dengan Allah".
"Jawabanmu
benar", malaikat-malaikat itu berkata dan keduanya terbang lagi ke atas
langit.
Kemudian aku bermimpi bertemu dengan Nabi.
Ia bertanya kepadaku : "Apakah engkau mencintai aku ?"
"Maafkanlah
aku", aku menjawab.
"Karena
cintaku kepada Allah, membuat aku tak sempat mencintaimu".
Kemudian
Nabi berkata : "Barangsiapa mencintai Allah sesungguhnya ia mencintaiku
pula".
Dalam
sebuah mimpi yang lain aku bertemu dengan Iblis. Aku mengambil sebuah tongkat
untuk memukulnya. Tetapi di saat itu juga terdengar olehku seruan dari langit :
"Ia tidak takut kepada tongkat itu, yang ditakutinya adalah cahaya di dalam
hatimu".
Kemudian
aku berkata kepada Iblis : "Kemarilah!".
Si
Iblis menjawab : "Apalah dayaku terhadapmu? Engkau telah
mencampakkan sesuatu yang dapat kugunakan
"Apakah
itu?", tanyaku.
"Dunia",
jawabnya.
Kemudian
ketika meninggalkanku, ia menoleh ke belakang dan berkata : "Ada suatu hal
kecil di dalam diri manusia yang dapat kugunakan untuk mencapai tujuanku".
"Apakah
itu?", aku bertanya.
"Duduk
bersama dengan para remaja", jawab Iblis.
Ketika
berada di Damaskus, sekali lagi aku bertemu dengan Nabi di dalam mimpi.Sambil
ditopang oleh Abu Bakar dan Umar Nabi menghampiriku. Ketika itu aku sedang
menyenandungkan sebait syair sambil menepuk-nepuk dada.
Nabi
berkata kepadaku : "Keburukannya lebih besar dari kebaikannya". Yang
dimaksudnya adalah bahwa seseorang jangan suka bersyair.
Abu
Sa'id al-Kharraz mempunyai dua orang putera. Salah satu seorangnya telah
meninggal dunia. Pada suatu malam Sa'id al-Kharraz bermimpi bertemu dengan
puteranya yang telah meninggal dunia itu.
"Nak,
apakah yang telah dilakukan Allah terhadapmu?" Abu Sa'id bertanya.
"Dia
membawaku ke hadirat-NYA dan banyak memberi kebahagiaan kepadaku", jawab
puteranya.
"Nak,
berilah aku sebuah petuah", Abu Sa'id memohon kepada anaknya.
Puteranya
menjawab : "Ayah, janganlah berpikiran suram mengenai Allah".
"Lanjutkanlah!",
pinta Abu Sa'id.
"Ayah,
jika kukatakan niscaya engkau tidak akan sanggup melaksanakannya".
"Aku
bermohon kepada Allah untuk menguatkan diriku", jawab Abu Sa'id.
"Ayah,
jangan biarkan sehelai benangpun memisahkanmu dari Allah".
Diriwayatkan
bahwa selama tiga puluh tahun sejak ia bermimpi itu hingga wafatnya Abu Sa'id
tidak pernah melupakan mimpinya itu.