20.
KEDAHSYATAN SAAT MENJELANG MAUT
I
Ketahuilah
bahwa seandainya di hadapan manusia yang malang itu tidak
ada
teror, malapetaka ataupun siksaan kecuali sakratul maut saja, maka itu
sudah
cukup untuk menyusahkan hidupnya, menghalangi kegembiraannya, dan
mengusir
kealpaan maupun kelengahannya.
Seharusnya
dia senantiasa memikirkan
hal ini dan meningkatkan perhatian dalam
mempersiapkan diri untuk
menghadapinya, apalagi karena setiap saat dia
berada di dalam genggamannya.
Sebagaimana pernah dikatakan oleh seorang
filsuf,
"malapetaka
di tangan
orang lain tak bisa diramalkan".
Dan Luqman pernah berkata kepada anaknya,
"Wahai,
anakku. Jika ada sesuatu yang tak bisa kau pastikan bila dia datang,
maka
persiapkan dirimu untuk menghadapinya sebelum dia mendatangimu
sedangkan
engkau dalam keadaan lengah."
Yang
mengherankan adalah bahwa seringkali seorang manusia, meskipun dia
tengah
menikmati hiburan atau berada di tempat yang paling menyenangkan,
akan
merasakan cemas dengan kemungkinan kedatangan seorang tentara yang akan
menyerangnya.
Karena rasa cemas itu, kenyamanannya pun merasa terganggu dan
napasnya
terasa sesak. Akan tetapi, dia lalai akan keadaannya yang setiap
saat
bisa didatangi oleh Malaikat Maut yang akan menimpakan ke atas dirinya
derita
pencabutan nyawa. Tak ada lagi sebab bagi kelalaian seperti ini
kecuali
sikap masa bodoh dan keteperdayaan.
Ketahuilah
bahwa ke-luarbiasa-an rasa sakit dalam sakratul maut tak
dapat
diketahui dengan pasti kecuali oleh orang yang telah merasakannya.
Sedangkan
orang yang belum pernah merasakannya hanya bisa mengetahuinya
dengan
cara menganalogikannya dengan rasa sakit yang benar-benar pernah
dialaminya,
atau dengan cara mengamati orang lain yang sedang berada dalam
keadaan
sakratul maut. Lewat jalan analogi, yang akan membuktikannya derita
sakratul
maut, akan diketahui bahwa setiap anggota badan yang sudah tidak
bernyawa
tidak lagi bisa merasakan sakit.
Jika
ada jiwa, maka serapan rasa sakit itu tentulah berasal dari
aktivitas
jiwa. Dan ketika ada anggota tubuh yang terluka atau terbakar,
maka
pengaruhnya akan menjalar kepada jiwa. Dan sesuai dengan kadar yang
menjalar
ke jiwa, maka sebesar itu pula rasa sakit yang dialami oleh
seseorang.
Derita rasa sakit itu terpisah dari daging, darah, dan semua
anggota
tubuh yang lain. Tak ada yang bisa mencederai jiwa kecuali
penyakit-penyakit
tertentu. Jika salah satu dari sekian banyak penyakit
langsung
mengenai jiwa dan tidak berpencar ke bagian-bagian yang lain, maka
betapa
pedih dan kerasnya rasa sakit itu.
Sakratulmaut
adalah ungkapan tentang rasa sakit yang menyerang inti
jiwa
dan menjalar ke seluruh bagian jiwa, sehingga tak ada lagi satupun
bagian
jiwa yang terbebas dari rasa sakit itu. Rasa sakit tertusuk duri
misalnya,
menjalar pada bagian jiwa yang terletak pada anggota badan yang
tertusuk
duri. Sedangkan pengaruh luka bakar lebih luas karena bagian-bagian
api
menyebar ke bagian-bagian tubuh lain sehingga tidak ada bagian dalam
ataupun
luar anggota tubuh yang tidak terbakar, dan efek terbakar itu
dirasakan
oleh bagian-bagian jiwa yang mengalir pada semua bagian daging.
Adapun
luka tersayat pisau hanya akan menimpa bagian tubuh yang terkena, dan
karena
itulah rasa sakit yang diakibatkan oleh luka tersayat pisau lebih
ringan
daripada luka bakar.
Akan
tetapi rasa sakit yang dirasakan selama sakratulmaut menghujam
jiwa
dan menyebar ke seluruh anggota badan, sehingga pada orang yang sedang
sekarat
merasakan dirinya ditarik-tarik dan dicerabut dari setiap urat nadi,
urat
saraf, persendian, dari setiap akar rambut, kulit kepala sampai ke
ujung
jari kaki. Jadi, jangan Anda tanyakan lagi tentang derita dan rasa
sakit
yang tengah dialaminya.
Karena
alasan inilah dikatakan bahwa "maut lebih menyakitkan daripada
tusukan
pedang, gergaji atau sayatan gunting".
Karena rasa sakit yang
diakibatkan
oleh tusukan pedang terjadi melalui asosiasi bagian tubuh yang
tertusuk
dengan ruh, maka betapa sangat sakitnya jika luka itu langsung
dirasakan
oleh jiwa itu sendiri ! Orang yang
ditusuk bisa berteriak
kesakitan
karena masih adanya sisa tenaga dalam hati dan lidahnya.
Sedangkan
suara
dan jeritan orang yang sekarat, terputus karena rasa sakit yang amat
sangat
dan rasa sakit itu telah memuncak sehingga tenaga menjadi hilang,
semua
anggota tubuh melemah, dan sama sekali tak ada lagi daya
untuk
berteriak
meminta pertolongan. Rasa sakit itu telah melumpuhkan akalnya,
membungkam
lidahnya, dan melemahkan semua raganya. Dia ingin sekali meratap,
berteriak,
dan menjerit meminta tolong, namun dia tak kuasa lagi melakukan
itu.
Satu-satunya tenaga yang masih tersisa hanyalah suara lenguhan dan
gemeretak
yang terdengar pada saat ruhnya dicabut.
Warna
kulitnya pun berubah menjadi keabu-abuan menyerupai tanah liat,
tanah
yang menjadi sumber asal-usulnya. Setiap pembuluh darah dicerabut
bersamaan
dengan menyebarnya rasa pedih ke seluruh permukaan dan bagian
dalamnya,
sehingga bola matanya terbelalak ke atas kelopaknya, bibirnya
tertarik
ke belakang, lidahnya mengerut, kedua buah zakar naik, dan ujung
jemari
berubah warna menjadi hitam kehijauan. Jadi, jangan lagi Anda
tanyakan
bagaimana keadaan tubuh yang seluruh pembuluh darahnya dicerabut,
sebab
satu saja pembuluh darah itu ditarik, rasa
sakitnya sudah tak
kepalang.
Jadi, bagaimanakah rasanya jika yang dicabut itu adalah ruh, tidak
hanya
dari satu pembuluh, tetapi dari semuanya?
Kemudian
satu per satu anggota tubuhnya akan mati. Mula-mula telapak
kakinya
menjadi dingin, kemudian betis dan pahanya. Setiap anggota badan
merasakan
sekarat demi sekarat, penderitaan demi penderitaan, dan itu terus
terjadi
hingga ruhnya mencapai kerongkongannya. Pada titik ini berhentilah
perhatiannya
kepada dunia dan manusia-manusia yang ada di dalamnya. Pintu
taubat
ditutup dan diapun diliputi oleh rasa sedih dan penyesalan.
Rasulullah
SAW bersabda : "Taubat seorang manusia tetap diterima selama
dia
belum sampai pada sakratulmaut." (Hakim,
IV.257)
Mujahid
mengatakan [dalam menafsirkan] Firman Allah SWT, "Taubat
bukanlah
untuk mereka yang berbuat jahat, dan kemudian manakala maut telah
datang
kepada salah seorang di antara mereka, dia berkata : Sekarang aku
bertaubat
:" (QS 4:18) , yakni 'ketika dia melihat datangnya utusan-utusan
maut'
(yakni para malaikat).
Pada
saat ini, wajah Malaikat Maut muncul di hadapannya. Janganlah Anda
bertanya
tentang pahit dan getirnya kematian ketika terjadi sakratulmaut !
Karena
itulah Rasulullah SAW bersabda :
"Ya
Allah Tuhanku, ringankanlah
sakratulmaut
bagi Muhammad." (Ibn Majah, Janaa'iz, 64)
Sesungguhnya sebab
manusia
tidak memohon perlindungan darinya dan tidak memandangnya dengan
penuh
rasa gentar adalah karena kebodohan mereka. Ini karena banyak hal yang
belum
pernah terjadi hanya bisa diketahui melalui cahaya kenabian dan
kewalian.
Itulah sebabnya para nabi alaihimussalaam dan para wali senantiasa
berada
dalam keadaan takut kepada maut.
Bahkan
Isa a.s bersabda, "Wahai,
para
sahabat. Berdoalah kepada Tuhan SWT agar DIA meringankan sekarat ini
bagiku.
Sebab rasa takutku kepadanya setiap saat justru bisa menyeretku ke
tepi
jurangnya."
Diriwayatkan
pada suatu ketika sekelompok Bani Israil berjalan melewati
pekuburan,
dan salah seorang di antara mereka berkata kepada yang lain,
"Bagaimana
jika kalian berdoa kepada Allah SWT agar DIA menghidupkan satu
mayat
dari pekuburan ini dan kalian bisa mengajukan beberapa pertanyaan
kepadanya?"
Mereka
pun lalu berdoa kepada Allah SWT. Tiba-tiba mereka
berhadapan
dengan seorang laki-laki dengan tanda-tanda sujud di antara kedua
matanya
yang muncul dari salah satu kuburan itu.
"Wahai,
manusia. Apa yang
kalian
kehendaki dariku? Lima puluh tahun yang lalu aku mengalami kematian,
namun
kini rasa pedihnya belum juga hilang dari hatiku !"
Aisyah
r.a berkata, "Aku tidak iri kepada seorangpun yang dimudahkan
sakratul
maut atasnya setelah aku menyaksikan gejolak sakratul maut pada
diri
Rasulullah SAW."
Diriwayatkan
bahwa Nabi SAW pernah bersabda, "Ya Allah, sesungguhnya
engkau
telah mencabut nyawa dari urat-urat, tulang hidung dan ujung-ujung
jari.
Ya Allah, tolonglah aku dalam kematian, dan ringankanlah dia atas
diriku."
(Ibn Abi'l-Dunya, K. Al-Maut, Zabiidii, X.260)
Diriwayatkan
dari Al-Hasan bahwa suatu ketika Rasulullah SAW
menyebut-nyebut
kematian, cekikan, dan rasa pedih. Beliau bersabda,
"Sakitnya
sama dengan tiga ratus tusukan pedang." (Ibn Abi'l-Dunya, K.
Al-Maut, Zabiidii, X.260)
Suatu
ketika Beliau SAW pernah ditanya tentang pedihnya kematian. Dan
Beliau
menjawab, "Kematian yang paling mudah ialah serupa dengan sebatang
pohon
duri yang menancap di selembar kain sutera. Apakah batang pohon duri
itu
dapat diambil tanpa membawa serta bagian kain sutra yang terkoyak?" (Ibn
Abi'l-Dunya,
K. Al-Maut, Zabiidii, X.260)
Suatu
ketika Beliau menjenguk seseorang yang sedang sakit, dan beliau
bersabda,
"Aku
tahu apa yang sedang dialaminya. Tak ada satu pembuluhpun
yang
tidak merasakan pedihnya derita kematian." (Al Bazzar, Al-Musnad,
Haitsami,
Majma`, II.322)
Ali
kw biasa membangkitkan semangat tempur orang banyak dengan berkata,
"Apakah
kalian semua tidak akan berperang dan lebih memilih mati dengan
(cara
biasa)? Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, tusukan seribu
pedang
adalah lebih ringan atasku daripada mati di tempat tidur."
Al-Auzaa`i
berkata, "Telah disampaikan kepada kami bahwa orang mati itu
terus
merasakan sakitnya kematian sampai dia dibangkitkan dari kuburnya."
Syaddad
bin Aus berkata, "Kematian adalah penderitaan yang paling
menakutkan
yang dialami oleh seorang yang beriman di dunia ini atau di
akhirat
nanti. Ia lebih menyakitkan daripada dipotong-potong dengan gergaji,
disayat
dengan gunting, atau digodok dalam belanga. Seandainya seseorang
yang
sudah mati bisa dihidupkan kembali untuk menceritakan kepada manusia di
dunia
ini tentang kematian, niscaya mereka tidak mempunyai gairah hidup dan
tidak
akan bisa merasakan nikmatnya tidur."
Zaid
bin Aslam meriwayatkan bahwa suatu ketika ayahnya berkata, "Jika
bagi
seorang beriman masih ada derajat tertentu (maqam) yang belum berhasil
dicapainya
melalui amal perbuatannya, maka kematian dijadikan sangat berat
dan
menyakitkan agar dia bisa mencapai kesempurnaan derajatnya di surga.
Sebaliknya,
jika seorang kafir mempunyai amal baik yang belum memperoleh
balasan,
maka kematian akan dijadikan ringan atas dirinya sebagai balasan
atas
kebaikannya dan dia nanti akan langsung mengambil tempatnya di neraka."
Diriwayatkan
bahwa ada seseorang yang gemar bertanya kepada sejumlah
besar
orang sakit mengenai bagaimana mereka mendapati (datangnya) maut. Dan
ketika
(pada gilirannya) dia jatuh sakit, dia ditanya,
"Dan
engkau sendiri,
bagaimana
engkau mendapatinya?"
Dia
menjawab, "Seakan-akan langit runtuh ke
bumi
dan ruhku ditarik melalui lubang jarum."
Dan
Nabi SAW berkata, "Kematian yang tiba-tiba adalah rahmat bagi orang
yang
beriman, dan nestapa bagi pendosa." (Abu Daud, Janaa'iz, 10)
Diriwayatkan
dari Makhul bahwa Nabi SAW bersabda, "Seandainya seutas
rambut
dari orang yang sudah mati diletakkan di atas para penghuni langit
dan
bumi, niscaya dengan izin Allah SWT mereka akan mati karena maut berada
di
setiap utas rambut, dan tidak pernah jatuh pada sesuatupun tanpa
membinasakannya."
(Ibn Abi'l Dunya, K. Al-Maut, Zabiidii, X.262)
Diriwayatkan
bahwa "Seandainya setetes dari rasa sakitnya kematian
diletakkan
di atas semua gunung di bumi, niscaya gunung-gunung itu akan
meleleh."
Diriwayatkan
bahwa ketika Ibrahim a.s meninggal dunia, Allah SWT
bertanya
kepadanya, "Bagaimanakah engkau merasakan kematian, wahai
teman-Ku?"
dan beliau menjawab,
"Seperti sebuah pengait yang dimasukkan ke
dalam
gumpalan bulu yang basah,kemudian ditarik."
"Yang
seperti itu sudah
Kami
ringankan atas dirimu", Firman-Nya.
Diriwayatkan
tentang Musa a.s bahwa ketika ruhnya akan menuju ke
hadirat
Allah SWT, DIA bertanya kepadanya,
"Wahai
Musa, bagaimana engkau
merasakan
kematian?"
Musa
menjawab, "Kurasakan diriku seperti seekor burung
yang
dipanggang hidup-hidup, tak mati untuk terbebas dari rasa sakit dan tak
bisa
terbang untuk menyelamatkan diri."
Diriwayatkan
juga bahwa dia
berkata,
"Kudapati diriku seperti seekor domba yang dipanggang hidup-hidup."
Diriwayatkan
bahwa ketika Nabi SAW berada di ambang kematian, di dekat
Beliau
ada seember air yang ke dalamnya Beliau memasukkan tangan untuk
membasuh
mukanya seraya berdoa,
"Wahai Tuhanku, ringankanlah bagiku sakratul
maut
!" (Bukhari, "Riqaq", 42) Pada
saat yang sama, Fathimah r.a berkata,
"Alangkah
berat penderitaanku melihat penderitaanmu, Ayah."
Tetapi Beliau
berkata,
"Tidak akan ada lagi penderitaan ayahmu sesudah hari ini." (Ibn
Majah,
Janaa'iz, 45)
Umar
r.a berkata kepada Ka`b Al-Ahbar,
"Wahai Ka`b, berbicaralah kepada
kami
tentang kematian !"
"Baik,
wahai Amirul Mu'minin," jawabnya.
"Kematian
adalah
sebatang pohon berduri yang dimasukkan ke dalam perut seseorang.
Kemudian
seorang laki-laki menariknya dengan sekuat-kuatnya, maka ranting itu
pun membawa serta semua yang terbawa dan meninggalkan yang tersisa."
Nabi
SAW bersabda, "Manusia pasti akan merasakan derita dan rasa sakit
kematian,
dan sesungguhnya sendi-sendinya akan mengucapkan selamat tinggal
satu
sama lain seraya berkata, 'Sejahteralah atasmu, sekarang kita saling
berpisah
hingga datang hari kiamat'". (Qusyairi, Risalah, II.589)
Itulah
sakratul maut yang dirasakan oleh para Wali Allah dan
hamba-hamba
yang dikasihi-Nya. Lalu bagaimanakah nanti yang akan kita
rasakan
nanti, padahal kita selalu bergelimang dalam perbuatan dosa?